Di berbagai budaya Asia, pemakaman bukan hanya menjadi kesempatan untuk melepas kepergian orang terkasih, tetapi juga sebuah prosesi yang kaya akan simbolisme dan tradisi. Peti mati dalam budaya Asia sering kali diwarnai dan diukir dengan desain khusus yang memiliki makna mendalam. Setiap warna dan motif ukiran mencerminkan keyakinan, nilai, serta harapan bagi jiwa yang telah berpulang. Artikel ini akan membahas simbolisme warna dan ukiran peti mati di beberapa budaya Asia, termasuk Tiongkok, Jepang, Korea, dan India, serta bagaimana tradisi ini mencerminkan pandangan mereka tentang kehidupan dan kematian.
Tiongkok: Krisan Putih, Merah Keberuntungan, dan Ukiran Kehidupan Abadi
Di Tiongkok, warna memiliki makna simbolis yang kuat, termasuk dalam desain peti mati. Warna putih, terutama dalam kombinasi dengan bunga krisan, melambangkan duka dan kesedihan serta merupakan warna utama dalam upacara pemakaman. Bunga krisan putih sering kali diukir atau ditempatkan di sekitar peti mati sebagai simbol kemurnian dan penghormatan bagi almarhum.
Warna merah, yang dalam banyak konteks Tiongkok melambangkan keberuntungan dan kemakmuran, jarang digunakan dalam pemakaman karena dianggap kurang sesuai. Namun, untuk individu yang telah mencapai usia lanjut, warna merah bisa digunakan untuk merayakan pencapaian usia panjang dan kebahagiaan hidup yang telah dijalani.
Selain warna, peti mati Tiongkok sering dihiasi dengan ukiran naga atau burung phoenix. Naga melambangkan kekuatan dan perlindungan, sementara burung phoenix melambangkan kehidupan abadi. Kedua simbol ini dipercaya dapat melindungi jiwa almarhum dalam perjalanannya ke alam baka, memberikan keberuntungan, dan menghormati mereka yang telah meninggal.
Jepang: Kesederhanaan dan Makna Sakura
Di Jepang, warna peti mati cenderung sederhana, dengan warna netral seperti putih atau krem. Warna putih dalam budaya Jepang dianggap sebagai lambang kemurnian, yang dipercaya dapat mengantarkan roh almarhum dengan tenang. Bunga sakura juga sering digunakan sebagai motif atau diletakkan di sekitar peti mati. Bunga sakura, yang melambangkan keindahan yang fana dan kehidupan yang singkat, mencerminkan filosofi hidup Jepang yang menganggap kematian sebagai bagian alami dari siklus kehidupan.
Peti mati di Jepang juga sering kali dihiasi dengan ukiran bunga sakura atau burung derek. Bunga sakura melambangkan keindahan dan kerapuhan kehidupan, sementara burung derek melambangkan perdamaian dan umur panjang. Penggunaan simbol-simbol ini bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada almarhum dan mencerminkan harapan agar jiwanya dapat beristirahat dengan damai.
Korea: Ukiran Simbolis dan Warna Duka
Di Korea, warna yang digunakan dalam peti mati cenderung lebih gelap, seperti abu-abu atau cokelat, untuk mencerminkan duka cita dan penghormatan bagi almarhum. Warna putih juga sering digunakan pada kain pemakaman sebagai lambang ketulusan dan penghormatan kepada mereka yang meninggal. Selain warna, peti mati Korea kerap dihiasi dengan ukiran simbol-simbol alam seperti awan, pegunungan, atau pohon pinus.
Pohon pinus melambangkan umur panjang dan kekuatan, sedangkan motif awan dan pegunungan menggambarkan perjalanan roh menuju alam baka. Tradisi ini bertujuan untuk memberikan dukungan bagi almarhum dalam transisi menuju kehidupan selanjutnya dan sebagai penghormatan kepada mereka yang telah menjalani kehidupan penuh makna.
India: Bunga Melati dan Kesederhanaan dalam Kain Kafan
Di India, sebagian besar tradisi Hindu tidak menggunakan peti mati dalam prosesi pemakaman karena kremasi lebih umum dilakukan. Namun, dalam beberapa upacara, terutama jika jenazah harus diarak atau ditempatkan dalam peti sementara sebelum proses kremasi, peti sederhana digunakan dengan dihias bunga, terutama bunga melati.
Bunga melati dalam tradisi Hindu melambangkan kemurnian, ketulusan, dan kedamaian jiwa, sehingga sering kali ditempatkan di sekitar jenazah sebagai bentuk penghormatan. Peti mati, jika digunakan, biasanya sederhana dan terbuat dari kayu. Kesederhanaan ini mencerminkan nilai spiritual dalam budaya Hindu, yang menekankan pada ketidakterikatan terhadap hal-hal material.
Thailand: Warna dan Simbol Dewi-dewi Pelindung
Dalam tradisi Buddha di Thailand, peti mati sering kali berwarna putih atau emas, dengan simbol-simbol dewi-dewi pelindung atau Buddha yang diukir pada peti sebagai bentuk perlindungan. Warna putih melambangkan kemurnian jiwa yang meninggalkan dunia ini, sementara warna emas dianggap dapat mengantarkan jiwa almarhum dengan kemuliaan. Peti mati ini juga sering kali dihiasi dengan ukiran bunga teratai yang melambangkan kebangkitan spiritual dan kesucian. Tradisi ini mencerminkan pandangan bahwa kematian adalah perjalanan menuju kedamaian dan pencerahan dalam siklus reinkarnasi.
Simbolisme warna dan ukiran peti mati di berbagai budaya Asia mencerminkan nilai-nilai spiritual yang kaya dan pandangan filosofis terhadap kehidupan dan kematian. Dari bunga sakura di Jepang hingga bunga krisan di Tiongkok, setiap elemen dipilih dengan penuh perhatian untuk menggambarkan penghormatan dan pengharapan bagi jiwa yang telah meninggal. Dengan menggunakan warna dan ukiran simbolis, peti mati tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir, tetapi juga sebuah penghormatan yang mendalam, yang menunjukkan keindahan dalam prosesi kematian serta kepercayaan yang kuat akan kehidupan setelah mati.